Rabu, 21 April 2010

PARHAN ALI


Sosok pria berkumis dan berwajah bersih ini bisa digolongkan sukses menggapai impian hidup. Dia memiliki kehidupan yang bisa dikatakan berkecukupan, keluarga yang harmonis dan mempunyai karir birokrat yang sukses. Namun kesuksesan itu tidaklah diperoleh dengan gampang seperti membalikan telapak tangan, semua diperoleh dengan perjuangan yang gigih.
Bapak Parhan dilahirkan di Kampung Ulu Mentok pada tanggal 19 Januari 1947, buah cinta dari pasangan Almarhum S. Hadijah (Asal Baturusa). Bapak Parhan kecil hidup di lingkungan keluarga sederhana dan agamis. Maklum ayah Bapak Parhan hanyalah pedagang kecil yang berpenghasilan pas-pasan.
Ternyata di balik kesederhanaannya itu talenta Bapak Parhan sebagai seorang pemimpin mulai tumbuh. Kepiawannya mengatur waktu mulai terlatih.
“saya tidak terbiasa menghabiskan waktu dengan hanya bermain, saya biasanya belajar untuk mengulangi pelajaran di sekolah, sedang sorenya saya belajar Al-Qur’an dengan Ibu Fatimah di Kampung Ulu Mentok, sedang ilmu agama saya belajar disekolah Muhammadiyah Kampung Tanjung Mentok” kata Bapak Parhan mengenang masa kecilnya.
Setelah menamatkan SMP di Mentok tahun 1963, Bapak Parhan yang mulai beranjak remaja memulai babak hidup baru dengan bermodalkan semangat, Bapak Parhan memberanjkan diri merantau ke Kota Bandung. Keputusannya memang tergolong nekat. Sebab, jangankan ke bandung ke jebus pun Bapak Parhan tak pernah.
Pada tahun – tahun pertama di bandung bukannya kemudahan yang ia peroleh, kesulitan demi kesulitan menghampiri Bapak Parhan remaja. Maklum yang namanya perantau semuanya serba pas-pasan. Beruntung Bapak Parhan mempunyai kakak sepupu di bandung, sehingga Bapak Parhan bisa berbagi suka dukanya.
Kesulitan hidup di rantau tidaklah membuat Bapak Parhan lemah semangat, tekadnya sudah bulat Harus berhasil !! bahkan makan nasi tanpa laukpun bukan menjadi penghalang untuk maju.
Setelah tamat SMA, Bapak Parhan melanjutkan ke ITB, namun setelah beberapa waktu berjalan Bapak Parhan mulai berpikir bagaimana caranya membiayai kuliah. Setelah berpikir cukup matang akhirnya Bapak Parhan mengambil keputusan, yaitu berhenti dari ITB. Bapak Parhan lalu memilih pendidikan ikatan dinas jurusan ajun akuntan pajak.
Namun untuk kuliah di tempat itu bukan perkara mudah, sebab selain selektif juga harus bersaing dengan pemuda – pemuda lain yang rata – rata memiliki kemampuan yang tinggi. Tapi bukan Bapak Parhan namanya kalau harus balik kanan alias pulang.
Dengan penuh semangat dan modal ilmu yang diperolehnya selama ini, Bapak Parhan akhirnya lolos seleksi. Mulailah Bapak Parhan menjadi mahasiswa di tempat yang baru. Disini Bapak Parhan mulai bisa menarik nafas lega, sebab semuanya serba ditanggung negara.
“Waktu itu saya juga berpikir, saya harus selesai sekolah tapi jangan sampai terlalu membebani orang tua”, Kata Bapak Parhan.
Semua materi pelajaran dilahap Bapak Parhan, bahkan tak jarang dia tidur pada pukul 02.00 WIB dini hari Cuma untuk memahami pelajaran. Hasilnya tidak sia – sia dari 32 siswa yang ada cuma 9 yang lulus dan Bapak Parhan termasuk lulusan terbaik.
Dinas mewajibkan para lulusan ajun akuntan untuk praktek kerja 3 sampai 4 tahun kemudian Bapak Parhan melanjutkan kuliahnya lagi (ikatan dinas) ke Institut Ilmu Keuangan Negara di Jakarta dan lulus tahun 1977.
Karier Bapak Parhan mulai meningkat, bahkan dia berkesempatan mengikuti seminar dan kursus di luar negeri, yaitu pada The Academy of International Taxation di Taipei (Taiwan). Lalu mengikuti kursus Management of Financial Resources in Developing Countries di Washington D.C, serta studi banding perpajakan di beberapa negara eropa dan asia.
Pengalaman dan wawasan, membawa Bapak Parhan berpindah – pindah. Mulai bekerja di Kerawang (1972), Jakarta kemudian ke Manado, Mataram, Bogor lalu kembali lagi ke Jakarta dan banyak lagi kota lainnya.
Kini suami dari Hj. Annisa Hadijah ini bisa tersenyum karena keempat anaknya sudah berhasil menyelesaikan pendidikan di perguruan tinggi. Namun, di balik itu, yang layak mendapatkan kebahagiaan itu adalah orang tua dari Bapak Parhan dan masyarakat Bangka Belitung terutama Masyarakat Bangka Barat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar